Prosedur Hukum Pelaksanaan Merger dan Akuisisi PT

Dalam proses merger dan akuisisi, terdapat prosedur hukum yang harus dipatuhi agar tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Prosedur Hukum Merger

Untuk melakukan Pengambilalihan, berdasarkan Pasal 125 ayat (6) UU PT, Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih, dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing, harus menyusun rancangan Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:

  1. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih.
  2. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
  3. Laporan keuangan untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih.
  4. Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham.
  5. Jumlah saham yang akan diambil alih.
  6. Kesiapan pendanaan.
  7. Neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan, yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
  8. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan.
  9. Cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, serta karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih.
  10. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan.
  11. Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan, apabila ada.

Namun, perlu diperhatikan bahwa apabila Pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, maka berdasarkan Pasal 125 ayat (7) UU PT, tidak perlu melaksanakan ketentuan Pasal 125 ayat (6) dan membuat rancangan Pengambilalihan sebagaimana dijelaskan di atas.

Selain itu, Pasal 128 ayat (2) UU PT mengatur bahwa Akta Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.

Prosedur Hukum Akuisisi

Untuk melakukan Pengambilalihan berdasarkan Pasal 125 ayat (6) UU PT, Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih, dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing, harus menyusun rancangan Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:

  1. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih.
  2. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
  3. Laporan keuangan untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih.
  4. Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham.
  5. Jumlah saham yang akan diambil alih.
  6. Kesiapan pendanaan.
  7. Neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
  8. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan.
  9. Cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, serta karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih.
  10. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan.
  11. Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan, apabila ada.

Namun, perlu diperhatikan bahwa apabila Pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, maka berdasarkan Pasal 125 ayat (7) UU PT, tidak perlu melaksanakan ketentuan Pasal 125 ayat (6) dan membuat rancangan Pengambilalihan sebagaimana dijelaskan di atas.

Selain itu, Pasal 128 ayat (2) UU PT mengatur bahwa Akta Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.

Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan

Selain prosedur hukum yang harus dipenuhi sebagaimana dijelaskan di atas, ada hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu merujuk pada Pasal 127 UU PT. Pasal ini menyatakan bahwa keputusan RUPS mengenai Penggabungan atau Pengambilalihan baru sah apabila keputusan tersebut diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 UU PT.

Selain menyusun rancangan Pengambilalihan, Direksi Perseroan juga wajib:

  1. Mengumumkan ringkasan rancangan Pengambilalihan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar.
  2. Mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.

Pengumuman tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

Status Badan Hukum PT Pasca Merger dan Akuisisi

Berdasarkan Pasal 122 ayat (1) UU PT, Penggabungan atau Merger mengakibatkan status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir secara hukum.

Sementara itu, untuk status badan hukum Perseroan yang melakukan akuisisi, Pasal 125 UU PT menjelaskan bahwa pengambilalihan saham mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Namun, dalam hal ini, hanya pengendalian yang berubah, sedangkan status badan hukum Perseroan tetap ada.

Memahami regulasi hukum terbaru adalah kunci agar bisnis Anda tetap berjalan sesuai aturan. Dengan mengikuti perkembangan regulasi hukum dan mengambil langkah-langkah yang tepat, Anda dapat memastikan bahwa bisnis Anda tetap aman dan sukses.

Jika Anda membutuhkan bantuan untuk memahami regulasi hukum terbaru, SHA dapat membantu Anda. Kami memiliki tim ahli yang berpengalaman dalam hukum bisnis dan dapat memberikan saran dan dukungan yang Anda butuhkan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *