Perlindungan Data Pribadi sebagai Hak Privasi Warga Negara

Privasi merupakan hak asasi manusia, yang dalam era kemajuan teknologi, privasi tersebut terimplementasikan dalam bentuk data pribadi sebagai identifikasi dari pemilik data pribadi tersebut. Dalam pasal 28 J ayat (2) UUD 1945, dijelaskan bahwa setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dalam UU, agar hak dan kebebasan masing-masing orang tidak sampai melanggar privasi orang lain. Dalam perkembangannya, pembatasan-pembatasan tersebut diatur lebih detail dalam UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi sebagai upaya negara untuk melindungi data pribadi yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. 

Artikel ini akan akan membahas lebih lanjut untuk mengetahui lebih detail tentang data pribadi, dari definisi data pribadi, sampai pada sanksi atas pelanggaran-pelanggaran terhadap data pribadi.

Definisi Data Pribadi

Privasi, sebagaimana didefinisikan oleh KBBI, adalah kebebasan dan keleluasaan pribadi. Ini mencakup hak seseorang untuk memiliki kebebasan dan keleluasaan pribadi, seperti halnya yang telah tercantum dalam UU dan Peraturan Menteri, yaitu sebagai berikut.

  • Pasal 1 angka 1 UU 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi 

Data Pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik.

  • Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 20/2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik

Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

Jenis Data Pribadi

Pasal 4 UU No.27/2022 membedakan data pribadi menjadi 2 jenis, yakni data pribadi spesifik dan data diri umum. Data diri spesifik meliputi data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi. Sedangkan data diri umum meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, dan status perkawinan.

Dampak Teknologi terhadap Privasi

Perkembangan teknologi, seperti internet dan media sosial, telah meningkatkan kerentanan privasi individu. Berdasarkan pasal 26 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dijelaskan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Sanksi terhadap Pelanggaran Privasi dan Pencurian Identitas

Sanksi dalam pelanggaran privasi atau data pribadi dibedakan menjadi 2, yaitu sanksi administratif sesuai pasal 57 PDP dan sanksi pidana sesuai dengan pasal 67-73. Berikut penjabarannya.

A. Sanksi Administratif

Sebagaimana tercantum dalam pasal 57 PDP yang bunyinya sebagai berikut:

  1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2O ayat (l), Pasal 21, Pasal 24, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat(31, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 42 ayat (1), Pasal 43 ayat (1), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45, Pasal 46 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 47, Pasal 48 ayat (l), Pasal 49, Pasal 51 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 52, Pasal 53 ayat (l), Pasal 55 ayat (21, dan Pasal 56 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dikenai sanksi administratif.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) berupa:
    a. peringatan tertulis;
    b. penghentian sementara kegiatan pemrosesan Data Pribadi;
    c. penghapusan atau pemusnahan Data Pribadi;
    d. dan/atau denda administratif.
  3. Sanksi administratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling tinggi 2 (dua) persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.
  4. Penjatuhan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh lembaga.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

B. Sanksi Pidana

Sebagaimana tercantum dalam pasal 67 s/d 73 PDP yang bunyinya sebagai berikut:

  • Pasal 67
    1.
    Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 

    2. Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

    3. Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

  • Pasal 68
    Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling tama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 6.000. 000.000,00 (enam miliar rupiah).
  • Pasal 69

    Selain dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/ atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.

  • Pasal 70
    1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/ atau Korporasi.
    2. Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Korporasi hanya pidana denda.
    3. Pidana denda yang dijatuhkan kepada Korporasi paling banyak 10 (sepuluh) kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.
    4. Selain dijatuhi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
         a. perampasan keuntungan dan/ atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana;
         b. pembekuan seluruh atau sebagian usaha Korporasi;
         c. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
         d. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/ atau kegiatan Korporasi;
         e. melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan;
          f. pembayaran ganti kerugian;
         g. pencabutan izin; dan/atala
         h. pembubaran Korporasi.

  • Pasal 71
    1. Dalam hal pengadilan menjatuhkan putusan pidana denda, terpidana diberikan jangka waktu 1 (satu) bulan sejak putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk membayar denda tersebut.
    2. Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama I (satu) bulan.
    3. Dalam hal terpidana tidak membayar pidana denda dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) maka harta kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.
    4. Dalam hal penyitaan dan pelelangan harta kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak cukup atau tidak untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling lama sebagaimana diancamkan untuk tindak pidana yang bersangkutan.
    5. Lamanya pidana penjara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang ditentukan oleh hakim, dicantumkan dalam putusan pengadilan.

  • Pasal 72
    1. Dalam hal penyitaan dan pelelangan harta kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) dilakukan terhadap terpidana Korporasi dan tidak cukup untuk melunasi pidana denda, Korporasi dikenakan pidana pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.
    2. Lamanya pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditentukan oleh hakim, dicantumkan dalam putusan pengadilan.

  • Pasal 73

    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 juga berlaku dalam hal penjatuhan pidana tambahan berupa pembayaran ganti kerugian.

Melindungi privasi di era digital merupakan tantangan yang terus berkembang. Namun, dengan landasan hukum yang kuat dan kesadaran akan pentingnya hak privasi, Indonesia terus berupaya memastikan bahwa setiap individu dapat menikmati kebebasan dan keleluasaan pribadi mereka tanpa harus mengorbankan hak asasi lainnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *