Kepailitan : Definisi Hingga Akibat Hukum Terhadap Debitur

Kepailitan adalah salah satu cara penyelesaian sengketa bisnis melalui jalur litigasi menggunakan Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang dibentuk di bawah peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban dan pembayaran utang (PKPU). Dalam artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kepailitan, dari definisi, hingga akibat hukum bagi harta kekayaan debitur yang dinyatakan pailit.

Pengertian Kepailitan :

  1. Dalam KBBI, Kepailitan memiliki makna yaitu keadaan atau kondisi seseorang atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada pemberi utang.
  1. Dalam pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 

Sedangkan pasal 1 angka 4 menjelaskan, yang dimaksud dengan debitor pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan.

Siapa Saja Yang Dapat Dipailitkan?

Setiap orang dapat dijatuhkan kepailitan atas dirinya. Berdasarkan pasal 1 angka 11 UU No. 37/2004, pengertian dari setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum.

Kapan Debitur dapat Dinyatakan Pailit?

Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU No. 37/2004, debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Siapa Saja yang Berhak untuk Mengajukan Kepailitan?

  • Debitor, yaitu debitur yang mengajukan permohonan pailit atas diri nya sendiri (pasal 2 ayat (1) UU No. 37 / 2004).
  • Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit kepada debitor orang perseorangan untuk kepentingan umum (pasal 2 ayat (2) UU No. 37 / 2004).
  • Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan satu-satunya pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit terhadap Bank, perusahaan efek, bursa efek, penyelenggara pasar alternatif, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, penyelenggara dana perlindungan pemodal, lembaga pendanaan efek, lembaga penilaian harga efek, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, Dana Pensiun, lembaga penjamin, lembaga Pembiayaan, lembaga keuangan mikro, penyelenggara sistem elektronik yang memfasilitasi penghimpunan dana masyarakat melalui penawaran Efek, Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, atau LJK Lainnya yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sepanjang pembubaran dan/atau kepailitannya tidak diatur berbeda dengan Undang-Undang lainnya (pasal 8 angka 5 UU No. 4 / 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan).
  • Bank Indonesia (BI) merupakan satu-satunya pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit dan / atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dari debitur yang merupakan penyedia jasa pembayaran dan penyelenggara infrastruktur Sistem Pembayaran, penyelenggara jasa pengolahan uang rupiah, perusahaan pialang Pasar Uang, penyedia sarana perdagangan, sarana kliring untuk transaksi derivatif suku bunga dan nilai tukar over-the-counter, atau lembaga lainnya yang diberikan izin dan/atau penetapan oleh Bank Indonesia sepanjang pembubaran dan/atau kepailitannya tidak diatur berbeda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya (pasal 9 angka 8 UU No. 4 / 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan).

Apa Saja Harta yang Dapat Dijatuhi Putusan Pailit?

Pasal 21 UU No. 37 / 2004 menerangkan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor, kecuali beberapa hal yang dikecualikan dalam pasal 22 UU No. 37 / 2004 sebagai berikut :

  • Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitur sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
  • Segala sesuatu yang diperoleh Debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
  • Uang yang diberikan kepada Debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

Apa Akibat Hukum bagi Debitur yang Dijatuhi Putusan Pailit?

Pasal 24 ayat (1) UU No. 37 / 2004 menerangkan jika debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepailitan adalah proses yang kompleks. Namun dengan pemahaman yang tepat, penyelesaian kepailitan dapat dilakukan dengan adil dan efisien, memastikan kepentingan semua pihak terpenuhi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *