Perizinan dan Panduan Legal yang Wajib Dipenuhi untuk Bisnis Online dan E-Commerce: Lindungi Usaha Anda dari Risiko Hukum

Peluang bisnis online dan e-commerce di Indonesia memang menggiurkan. Namun, dibalik itu, ada tanggung jawab hukum yang perlu anda pahami agar tidak terjebak masalah. Mau tahu apa saja aturan legal yang wajib anda pahami? Mari kita simak!

Mengapa Penting untuk Memahami Hukum dalam Bisnis Online?

Sebagai pelaku bisnis online, Anda wajib memahami berbagai aspek hukum yang berlaku. Mematuhi hukum bukan hanya soal menghindari masalah, tetapi juga untuk membangun kepercayaan konsumen. Pelanggan lebih cenderung membeli dari platform yang jelas dan terpercaya. Di dunia e-commerce, menjaga reputasi melalui kepatuhan hukum sangatlah penting, karena hal ini membuktikan bahwa bisnis Anda profesional dan aman.

Aturan Yang Harus Dipahami Pelaku Bisnis E-Commerce di Indonesia

1. Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik):

Pasal 1 angka 6a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dan ditambahkan pada perubahan kedua Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 menjelaskan jika Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap orang penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/ atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain. dimana Pelaku Bisnis E-Commerce masuk dalam definisi Penyelenggara Sistem Elektronik, sehingga ketentuan yang berlaku pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik berlaku mengikat untuk Pelaku Bisnis E-Commerce.

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan penegakan hukum terhadap transaksi elektronik dan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah untuk menjamin kepastian hukum bagi operasional e-commerce. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 menjelaskan jika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Definisi dari Informasi Elektronik sendiri dapat dilihat pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 yang menjelaskan jika Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic maill, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Salah satu ketentuan yang harus dipahami oleh Pelaku bisnis E-Commerce dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 adalah ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 yang menjelaskan jika Setiap Orang dengan sengaja dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik.

2. Peraturan Perlindungan Konsumen:

Selaku pelaku usaha dalam menjalankan bisnis online, beberapa kewajiban pokok yang harus anda penuhi berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah :

  • Beritikad Baik: Setiap aktivitas usaha harus dilandasi niat yang jujur dan tulus, tanpa ada upaya untuk menipu atau merugikan konsumen. Ini berarti tidak ada praktik tersembunyi atau jebakan yang bisa merugikan pembeli.
  • Informasi yang Benar, Jelas, dan Jujur: Pelaku usaha wajib memberikan deskripsi produk atau jasa yang akurat dan lengkap. Hal ini mencakup kondisi barang, jaminan yang diberikan, cara penggunaan, petunjuk perbaikan, dan pemeliharaan. Pastikan gambar dan deskripsi produk di situs web Anda sama persis dengan barang yang dijual. Konsumen harus mendapatkan gambaran yang utuh sebelum memutuskan pembelian.
  • Perlakuan Adil dan Tidak Diskriminatif: Semua konsumen berhak mendapatkan pelayanan yang setara, tanpa memandang latar belakang, suku, agama, atau gender. Anda harus memperlakukan setiap pembeli dengan benar dan jujur, tanpa ada perbedaan pelayanan yang merugikan.

Selain kewajiban, pelaku usaha juga memiliki hak-hak yang dijamin oleh undang-undang untuk menjaga keseimbangan dalam setiap transaksi. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengatur Hak-hak tersebut meliputi:

  • hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  • hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
  • hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
  • hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  • hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 

3. Perlindungan Data Pribadi

Melindungi data pelanggan adalah hal yang sangat penting. Mengingat informasi pribadi konsumen yang diperoleh dalam transaksi online, Anda perlu mematuhi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. UU ini mengatur bagaimana perusahaan harus mengelola data pribadi secara aman, termasuk menyimpan, mengolah, dan menghapus data. Anda wajib mendapatkan persetujuan konsumen terlebih dahulu sebelum mengumpulkan data pribadi mereka dan harus memastikan data tersebut tidak disalahgunakan. Jika terjadi kebocoran data, Anda bisa terkena sanksi hukum yang cukup berat.

Data Pribadi yang harus dilindungi berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi adalah data tentang ora.ng perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik. Pelaku Usaha E-Commerce merupakan bagian dari Pengendali Data Pribadi, karena berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi menjelaskan jika Pengendali Data Pribadi adalah setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan Data Pribadi.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi menjelaskan  jika Data Pribadi terdiri dari Data Pribadi yang bersifat spesifik dan Data Pribadi yang bersifat Umum. Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi menjelaskan Data Pribadi yang bersifat spesifik meliputi data dan informasi kesehatan; data biometrik; data genetika; catatan kejahatan; data anak; data keuangan pribadi; dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, jenis data pribadi yang bersifat umum sebagaimana diatur pada Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi adalah nama lengkap; jenis kelamin; kewarganegaraan; agama; status perkawinan; dan/atau Data Pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang Pelaku Usaha E-Commerce wajib memahami ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, karena dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi mengatur mengenai hak yang diemban Subjek Data Pribadi dan Kewajiban Pengendali Data Pribadi dalam pemrosesan data pribadi. 

Salah satu Hak dari Subjek Data Pribadi diatur pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang menjelaskan jika Subjek Data Pribadi berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus, dan/ atau memusnahkan Data Pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi mengatur dasar pemrosesan Data Pribadi yang meliputi: 

  1. persetujuan yang sah secara eksplisit dari Subjek Data Pribadi untuk 1 (sahr) atau beberapa tujuan tertentu yang telah disampaikan oleh Pengendali Data Pribadi kepada Subjek Data Pribadi;
  2. pemenuhan kewajiban perjanjian dalam hal Subjek Data Pribadi merupakan salah satu pihak atau untuk memenuhi permintaan Subjek Data Pribadi pada saat akan melakukan perjanjian;
  3. pemenuhan kewajiban hukum dari Pengendali Data Pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. pemenuhan perlindungan kepentingan vital Subjek Data Pribadi;
  5. pelaksanaan tugas dalam rangka kepentIngan umum, pelayanan publik, atau pelaksanaan kewenangan Pengendali Data Pribadi berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  6. pemenuhan kepentingan yang sah lainnya dengan memperhatikan tujuan, kebutuhan, dan keseimbangan kepentingan Pengendali Data Pribadi dan hak Subjek Data Pribadi.

Dalam hal pemrosesan Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi wajib meyampaikan informasi mengenai: 

  1. legalitas dari pemrosesan Data Pribadi;
  2. tujuan pemrosesan Data Pribadi;
  3. jenis dan relevansi Data Pribadi yang akan diproses;
  4. jangka waktu retensi dokumen yang memuat Data Pribadi;
  5. rincian mengenai Informasi yang
  6. jangka waktu pemrosesan Data Pribadi; dan
  7. hak Subjek Data Pribadi.

Hal-Hal tersebut adalah sebagian dari pengaturan mengenai mekanisme pemrosesan Data Pribadi serta Hak dan Kewajiban yang dipikul oleh Pelaku Usaha E-Commerce. Penting untuk mengetahui secara rigid apa kewajiban yang dipikul oleh Pelaku Usaha E-Commerce agar 

Penyusunan Kontrak Digital Dan Perizinan Berusaha Bagi Pelaku Bisnis E-Commerce

Kontrak digital di bisnis online adalah fondasi yang mengikat Anda dengan pelanggan atau mitra. Penting untuk memastikan setiap transaksi dan perjanjian sah secara hukum, misalnya melalui Syarat dan Ketentuan e-commerce dan Kebijakan Privasi yang menjelaskan penggunaan data konsumen. Dalam konteks ini, Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menjadi sangat relevan. Pasal ini mengatur empat syarat sahnya suatu perjanjian, dan jika salah satu syarat tidak terpenuhi, perjanjian tersebut bisa dibatalkan atau batal demi hukum. Ketentuan mengenai Kontrak Digital secara umum yang dilakukan di dalam negeri diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik mengatur Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.

Jika kontrak dibuat dengan lintas negara / internasional, maka untuk mengetahui persyaratan lebih lanjut mengenai pembuatan kontrak digital / elektronik merujuk pada Pasal 18a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambahkan berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 adalah Kontrak Elektronik Internasional yang menggunakan klausul baku yang dibuat oleh Penyelenggara Sistem Elektronik diatur dengan hukum Indonesia dalam hal: 

  1. pengguna layanan Penyelenggara Sistem Elektronik sebagai salah satu pihak dalam Transaksi Elektronik berasal dari Indonesia dan memberikan persetujuannya dari atau dalam yurisdiksi Indonesia;
  2. tempat pelaksanaan kontrak ada di wilayah Indonesia; dan/ atau
  3. Penyelenggara Sistem Elektronik memiliki tempat usaha atau melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.

Kontrak Elektronik sebagaimana dimaksudkan dibuat menggunakan bahasa yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami, serta menjunjung prinsip itikad baik dan transparansi. 

Bahwa selanjutnya terdapat persyaratan dalam perdagangan melalui sistem elektronik yang harus dipenuhi sebagaimana telah tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yakni Para pihak dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik harus memiliki, mencantumkan, atau menyampaikan identitas subyek hukum yang jelas dan Setiap Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang bersifat lintas negara wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ekspor atau impor dan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.

Selain itu dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah diatur jika Pelaku Usaha wajib memiliki izin usaha dalam melakukan usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Bahwa apa yang dijelaskan merupakan beberapa contoh kewajiban yang harus dipenuhi Pelaku Usaha E-Commerce. Masih terdapat ketentuan lain yang wajib dipenuhi Pelaku Usaha yang menjalankan usahanya di bidang E-Commerce. Adanya ketentuan-ketentuan tersebut penting untuk diketahui dalam Penyusunan Syarat dan Ketentuan (Terms and Conditions) untuk platform e-commerce Anda dan kebijakan privasi untuk menjelaskan bagaimana data konsumen akan digunakan. Dengan menggunakan bantuan ahli hukum, Anda dapat menyusun kontrak yang adil dan menghindari potensi sengketa di masa depan.

Tips Untuk Pelaku Bisnis Online

Mematuhi aspek hukum dalam bisnis online bukan hanya melindungi usaha Anda dari risiko hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen. Dengan memahami dan mengikuti aturan yang berlaku, Anda bisa fokus mengembangkan bisnis tanpa khawatir terjebak dalam masalah hukum yang merugikan. Libatkan ahli hukum untuk meninjau syarat dan ketentuan platform Anda. Ini akan membantu Anda menghindari potensi masalah hukum di masa depan.Pastikan bisnis online Anda beroperasi dengan cara yang legal dan terpercaya, dan jangan ragu untuk meminta bantuan dari ahli hukum jika diperlukan.

Ingin memastikan bisnis online Anda berjalan sesuai hukum? Hubungi SHA untuk konsultasi hukum bisnis dan e-commerce sekarang! Kami siap membantu Anda melindungi usaha Anda.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *