Memahami Persyaratan Hukum dalam Pembuatan Kontrak Internasional

Apa Itu Kontrak? 

Kontrak atau yang sering disebut juga perjanjian adalah suatu kesepakatan yang mengikat antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kesepakatan ini menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang terikat di dalamnya. Semakin berkembang di era globalisasi, pembuatan kontrak tidak hanya dilakukan oleh para pihak dalam negeri saja, namun juga bisa dilakukan oleh para pihak lintas negara. 

Syarat-Syarat Hukum Yang Harus Dipenuhi

Dalam membuat suatu Kontrak / Perjanjian, terutama untuk Kontrak secara lintas negara harus memperhatikan beberapa hal, yakni :

  1. MEMENUHI SYARAT SAH PERJANJIAN
    Setiap Kontrak / Perjanjian yang dibuat harus memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, karena menurut hukum positif Indonesia, ketentuan ini adalah ketentuan dasar agar kontrak / perjanjian yang dibuat dapat dikatakan sah secara hukum.
  2. WAJIB MENGGUNAKAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA NASIONAL NEGARA ASAL PIHAK BERSANGKUTAN
    Pasal 31 ayat (2) UU No.24 Tahun 2009 jo. Pasal 26 ayat (2) Perpres No. 63 Tahun 2009 menjelaskan jika Bahasa Indonesia dan bahasa nasional pihak asing wajib digunakan dalam Nota Kesepahaman atau Perjanjian yang melibatkan pihak asing. Kontrak dengan pihak asing wajib memiliki versi Bahasa Indonesia. Jika ada juga versi bahasa lain (misalnya bahasa Inggris atau bahasa nasional pihak asing), maka kedua versi tersebut harus dibuat. Jika terjadi perbedaan tafsir atas isi Perjanjian, maka Bahasa yang digunakan untuk penafsiran tersebut harus disepakati menggunakan Bahasa yang mana.
  3. LEGALISASI APOSTILLE
    Apabila Kontrak / Perjanjian dibuat oleh Notaris yang berkedudukan di Indonesia dan Kontrak tersebut akan dipergunakan di luar wilayah Indonesia baik dengan tujuan untuk bisnis dan/atau permasalahan hukum di negara mitra yang terikat dalam Kontrak, maka berdasarkan pasal 2 ayat (2) huruf c  Permenkumham No. 6 / 2022, dokumen Perjanjian tersebut bisa dilakukan Legalisasi Apostille apabila negara tempat kedudukan mitra membutuhkannya. Apostille sendiri adalah tindakan untuk mengesahkan tanda tangan Pejabat, pengesahan cap, dan/atau segel resmi dalam dokumen yang dimohonkan berdasarkan verifikasi.

Akibat Apabila Ketentuan Hukum Tersebut Tidak Terpenuhi

Sebagaimana telah diketahui, agar suatu perjanjian sah secara hukum dan mengikat, perjanjian tersebut harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata yakni kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, membuat sebab tertentu, dan memuat sebab yang halal. Apabila ketentuan hukum di atas tidak terpenuhi akan menyebabkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini dikarenakan perjanjian yang dibuat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada yakni tidak memenuhi Pasal 31 ayat (2) UU No.24 Tahun 2009 jo. Pasal 26 ayat (2) Perpres No. 63 Tahun 2009 dan/atau Lampiran Peraturan Menteri Luar Negeri No. 09/A/KP/XII/2006/01. 

Apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maka berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata Jo. 1337 KUHPerdata maka perjanjian tersebut akan menjadi batal demi hukum. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memiliki dasar hukum, atau yang dibuat dengan alasan yang tidak benar atau dilarang, tidak berlaku. Kondisi “tidak berlaku” ini sering disebut batal demi hukum, yang berarti perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sejak awal dan oleh karenanya, tidak menciptakan ikatan hukum apa pun. Kondisi tersebut akan membahayakan kedudukan hukum para pihak yang membuat perjanjian, karena hak dan kewajiban yang termuat dalam perjanjian menjadi tidak berlaku dan secara hukum tidak pernah ada Perjanjian yang dibuat

seperti contoh, dalam pertimbangan hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 451/PDT.G/2012/PN.JKT.BAR menjadi bukti nyata bahwa perjanjian dengan pihak asing yang tidak memuat bahasa Indonesia dapat berujung pada pembatalan demi hukum.

Namun perkembangannya, terdapat ketentuan hukum yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2023 huruf B perihal Rumusan Kamar Perdata nomor 1 yang membawa nuansa baru terkait perjanjian dengan pihak asing yang tidak disertai terjemahan bahasa Indonesia. Bunyi ketentuan hukumnya adalah sebagai berikut :

Lembaga swasta Indonesia dan/atau perseorangan Indonesia, yang mengadakan perjanjian dengan pihak asing dalam bahasa asing yang tidak disertai dengan terjemahan bahasa Indonesia, tidak dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian, kecuali dapat dibuktikan bahwa ketiadaan terjemahan Bahasa Indonesia karena adanya itikad tidak baik oleh salah satu pihak.

Ketentuan SEMA ini membuka kemungkinan bahwa absennya terjemahan bahasa Indonesia tidak serta-merta membatalkan perjanjian, kecuali jika ada itikad tidak baik dari salah satu pihak, sehingga tidak adanya terjemahan Bahasa Indonesia dalam Kontrak yang dibuat dengan mitra / pihak asing tidak lagi dapat dijadikan alasan secara serta merta untuk menyatakan bahwa perjanjian menjadi batal demi hukum.

Butuh Bantuan untuk Memastikan Kontrak Bisnis Anda Mematuhi Regulasi?

Hubungi SHA untuk mendapatkan konsultasi hukum mengenai kontrak bisnis anda sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik di Indonesia maupun internasional. Pastikan bisnis Anda terlindungi secara hukum dan beroperasi dengan etika yang tinggi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *