Selama ini kita sering menjumpai adanya istilah “karyawan outsourcing” pada suatu perusahaan. Namun masih banyak yang belum memahami sebenarnya apa peran outsourcing di perusahaan dan sejauh apa ruang lingkup pekerjaan yang dapat diserahkan kepada outsourcing.
Apa itu Perusahaan Outsourcing
Perusahaan outsourcing, atau dalam PP No. 35 / 2021 disebut sebagai Perusahaan Alih Daya, adalah badan usaha berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati dengan Perusahaan pemberi pekerjaan.
Secara singkat, perusahaan alih daya adalah perusahaan yang menyediakan tenaga kerja untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang dibutuhkan oleh perusahaan pihak ketiga yang membutuhkan tenaga kerja tersebut.
Perusahaan Alih Daya harus berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dan pekerja yang dipekerjakan dibawah naungan perusahaan alih daya merujuk pada pasal 18 PP No. 35 / 2021 adalah berdasarkan PKWT dan PKWTT yang dibuat secara tertulis.
Terkait dengan Pelindungan Pekerja, Upah, kesejahteraan pekerja, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul baik dengan perusahaan alih daya dan/atau dengan perusahaan pengguna jasa alih daya adalah tanggung jawab dari Perusahaan Alih Daya.
Ruang Lingkup Pekerjaan Outsourcing
Sebelum diubah, ruang lingkup pekerjaan outsourcing diatur dalam pasal 65 ayat (2) jo. Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yakni tidak boleh untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Lebih lanjut, dalam Pasal 17 ayat (3) PERMENAKER No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, dijelaskan ruang lingkup pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja, yakni :
a. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service); b. usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
c. usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
d. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
Namun sejak diundangkannya UU No. 6 / 2023 tentang Cipta Kerja, ketentuan dalam pasal 65 UU Ketenagakerjaan dihapus serta ketentuan dalam pasal 66 diubah secara menyeluruh. Selain itu, dengan terbitnya Permenaker No. 23 Tahun 2021 tentang pencabutan PERMENAKER No. 19 Tahun 2012 sebagai tindak lanjut dari diundangkannya UU Cipta Kerja, maka ruang lingkup pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan alih daya juga dihapuskan.
Sehingga dapat disimpulkan jika tidak ada batasan ruang lingkup lagi untuk jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan melalui perusahaan alih daya.
Perubahan regulasi yang terjadi melalui UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya membawa dampak signifikan terhadap praktik outsourcing di Indonesia. Jika sebelumnya terdapat batasan tegas mengenai jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, saat ini regulasi tidak lagi memberikan pembatasan spesifik. Hal ini menciptakan ruang yang lebih fleksibel bagi pelaku usaha, namun di sisi lain menuntut kehati-hatian yang lebih tinggi untuk memastikan perlindungan hak-hak pekerja tetap terjaga dan tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya. Dalam situasi hukum yang terus berkembang ini, penting bagi perusahaan untuk memahami regulasi terbaru secara menyeluruh dan menerapkannya secara etis dan strategis.Susan Himawan & Associates (SHA) memberikan layanan konsultasi hukum ketenagakerjaan, termasuk perancangan perjanjian alih daya, audit kepatuhan ketenagakerjaan, serta pendampingan hukum bagi perusahaan dalam menyikapi perubahan regulasi. Hubungi kami untuk solusi hukum yang tepat dan strategis bagi bisnis Anda.