Dalam KBBI, istilah Sita memiliki makna yaitu “pengambilan milik pribadi oleh pemerintah tanpa ganti rugi” atau “perihal mengambil dan menahan barang menurut keputusan pengadilan oleh alat negara (polisi dan sebagainya)”. Dalam hukum acara perdata, sita dilakukan dengan tujuan agar hak penggugat tetap terpenuhi setelah putusan dijatuhkan dan dapat dilaksanakan. Sita juga bertujuan agar pihak tergugat tidak mengalihkan harta kekayaannya kepada pihak lain dengan maksud untuk mengaburkan objek yang akan disita. Berikut macam-macam sita yang perlu dipahami dalam ranah hukum acara perdata.
Sita Jaminan / Conservatoir Beslag
Sita jaminan adalah bentuk sita yang mana seluruh kekayaan milik debitur, baik benda bergerak maupun tidak bergerak dapat menjadi objek yang dapat disita.
Dasar hukumnya adalah pasal 1131 KUHPer, sebagai berikut :
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu“.
Sita Revindikasi / Revindicatoir Beslag
Sita revindikasi adalah bentuk sita yang hanya dapat diletakkan pada objek benda bergerak saja. Selain itu, benda bergerak tersebut adalah milik penggugat yang berada dalam penguasaan tergugat atau pihak lain tanpa hak. Tujuan dari diajukan sita ini adalah agar benda bergerak tersebut dikembalikan kepada penggugat.
Dasar hukumnya terdapat dalam alinea pertama pasal 226 HIR, yakni :
“Orang yang empunya barang yang tidak tetap, dapat meminta dengan surat atau dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang di dalam daerah hukumnya tempat tinggal orang yang memegang barang itu, supaya barang itu disita.“
Sita Harta Bersama / Marital Beslag
Sita harta bersama adalah sita yang dilakukan dengan cara memblokir atau membekukan harta bersama milik suami istri agar tidak dapat dialihkan kepada pihak lain selama proses pembagian harta bersama berlangsung.
Dasar hukum dari sita harta bersama terdapat dalam pasal 78 huruf c UU No. 7 / 1989 tentang Peradilan Agama, yakni :
“Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, Pengadilan dapat:
a. ….
b. ….
c. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.”
Selain itu, sita harta bersama juga dapat dilakukan tanpa adanya gugatan perceraian apabila salah satu pihak melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya dengan tujuan agar harta bersama tersebut tidak hilang secara sia-sia sehingga membahayakan kondisi perekonomian dalam rumah tangga.
Hal ini dijelaskan dalam pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai berikut :
“Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya.”
Sita Eksekusi / Executorial Beslag
Sita eksekusi adalah sita yang dilakukan atas objek jaminan yang mana perkara telah mempunyai putusan berkekuatan hukum tetap.
Namun jika pada awal proses perkara berjalan telah dilaksanakan sita jaminan, maka sita eksekusi tidak perlu dilakukan lagi.
Hal tersebut dikarenakan apabila sita jaminan telah diletakkan di awal, jika perkara sudah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap, maka demi hukum sita jaminan tersebut akan beralih menjadi sita eksekusi.
Sita Penyesuaian
Sita penyesuaian adalah sita yang diletakkan pada objek yang sudah diletakkan jenis sita lain terlebih dahulu.
Sita dalam hukum acara perdata Indonesia memiliki tujuan utama melindungi hak penggugat dan mencegah pengalihan harta oleh tergugat. Terdapat lima jenis sita yang dibedakan berdasarkan objek dan waktu pelaksanaannya. Kelima jenis sita tersebut adalah, sita jaminan (berlaku untuk semua kekayaan debitur), sita revindikasi (khusus untuk benda bergerak milik penggugat), sita harta bersama (untuk membekukan harta bersama suami-istri), sita eksekusi (dilakukan setelah putusan berkekuatan hukum tetap), dan sita penyesuaian (diletakkan pada objek yang sudah disita sebelumnya). Setiap jenis sita memiliki dasar hukum dan fungsi spesifik dalam proses peradilan perdata, yang penting dipahami untuk melindungi hak-hak pihak yang berperkara.