Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan isu krusial dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia. Meskipun undang-undang telah mengatur prosedur PHK, implementasinya sering kali menimbulkan perdebatan hukum antara pekerja dan pengusaha. Artikel ini akan mengulas aspek legal PHK dan perjuangan pekerja dalam mencari keadilan melalui jalur hukum.
Pengertian dan Sebab-Sebab PHK
Berdasarkan pasal 1 angka 25 UU No. 13 / 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
PHK disebabkan oleh beberapa hal, secara hukum alasan-alasan yang diperbolehkan bagi pengusaha untuk memutuskan PHK pekerja/buruh merujuk pada pasal 36 PP No. 35 / 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja adalah :
a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;
b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;
c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;
d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure);
e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. Perusahaan pailit;
g. Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh akibat perbuatan pengusaha;
h. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf “g” terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan PHK;
i. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
j. Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;
k. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut dan masing-masing berlaku paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
l. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
m. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
n. Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun; atau
o. Pekerja/ Buruh meninggal dunia.
PHK Yang Dilarang Atau Tidak Diperbolehkan Oleh Hukum
Perlu diketahui bahwa tidak semua alasan dapat dijadikan alasan bagi Pengusaha untuk melakukan PHK terhadap pekerja/buruh.
Berdasarkan pasal 80 angka 43 UU No. 6 / 2023 yang mengubah pasal 153 UU No. 13 / 2003, Pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja/buruh dengan alasan :
a. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. Menikah;
e. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;
g. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
h. Mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
j. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Apabila pengusaha melakukan PHK berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dilarang tersebut, maka PHK tersebut batal demi hukum dan Pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang di PHK.
Hak-Hak Pekerja Yang DI PHK
Dalam pasal 40 PP No. 35/2021, dijelaskan pengaturan mengenai ketentuan pemberian pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang diterima oleh pekerja. Berikut beberapa aturannya.
Aturan mengenai Pesangon yakni :
a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah;
b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan Upah;
c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;
d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah;
g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;
h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah; dan
i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.
Aturan mengenai Uang Penghargaan Masa Kerja yakni :
a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurangdari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan Upah;
b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;
c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan Upah;
f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;
g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan Upah; dan
h. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan Upah.
Aturan mengenai Uang Penggantian Hak yakni meliputi :
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. Biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat dimana Pekerja/ Buruh diterima bekerja; dan
c. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia sering menimbulkan perdebatan hukum. PHK dapat disebabkan oleh penggabungan perusahaan, efisiensi, keadaan memaksa, dan pelanggaran ketentuan perjanjian kerja. Namun, beberapa alasan dilarang, seperti berhalangan masuk kerja karena sakit, menjalankan ibadah, menikah, hamil, dan kegiatan serikat pekerja. Pekerja yang di PHK memiliki hak-hak yang harus dipenuhi, termasuk pemberian pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Dalam kesimpulan, PHK harus dipahami sebagai proses kompleks yang melibatkan hukum dan hak-hak pekerja, dengan pengusaha yang harus menghormati hak-hak pekerja untuk menghindari konflik hukum dan memastikan keadilan.